Senin, 02 Juni 2008

ETIKA SEORANG FASILITATOR

Ada berbagai kemungkinan dan cara dimana peranan dan fungsi fasilitator bisa hilang kendali atau digunakan secara tidak benar. Hal ini sering terjadi tanpa disadari baik oleh peserta pelatihan maupun fasilitator. Masalah ini menjadi tanggungjawab fasilitator itu sendiri untuk mencegah adanya penyalahgunaan posisinya sebagai seorang fasilitator. Menjaga integritas seorang fasilitator memang jauh lebih mudah jika fasilitator sudah memikirkan dengan seksama etika berikut ini dan barangkali perlu mendiskusikannya dengan para fasilitator lainnya.

· Adalah tidak cukup bahwa hanya fasilitator sendiri yang harus mempunyai nilai-nilai kerjasama dan kesamarataan. Kebanyakan orang terbiasa untuk ikut ambil bagian dalam pelatihan dimana seseorang bertindak sebagai pemimpin, guru atau seorang ahli dan orang itu diperlakukan sebagai orang penting, seseorang yang mempunyai wewenang dan kemerdekaan istimewa. Kecuali jika pelatihan memahami peranan fasilitator, mereka mungkin akan melihat dan menganggap fasilitator sebagai seorang yang berwenang dan membiarkan fasilitator mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap mereka. Adalah penting bagi fasilitator untuk turun dari posisi sebagai "tempat tumpuan" dan membiarkan peserta pelatihan melihat fasilitator sebagai "manusia". Inilah yang disebut sebagai peranan fasilitator yang "tidak menakjubkan". Teknik-teknik khusus untuk melakukan hal ini akan diuraikan lebih jauh.

· Meskipun fasilitator secara sungguh-sungguh berupaya untuk membuat posisi sebagai yang "tidak menakjubkan", namun demikian, fasilitator boleh jadi menemukan bahwa orang-orang bergantung padanya. Mereka mungkin menyerahkan sebagian dari wewenang mereka sebagai peserta kepada fasilitator dan menunggu serta meminta fasilitator untuk membuat keputusan, mendefinisikan suatu situasi dan lain-lain. Ini barangkali merupakan ujian terberat dan terkuat atas nilai-nilai fasilitator itu sendiri - apakah fasilitator akan menerima dan menggunakan wewenang ini, atau apakah fasilitator merefleksikan kembali kepada peserta pelatihan akan kebutuhan mereka untuk memikul tanggungjawab dan membuat keputusan dan definisi-definisi tersebut. Godaan untuk menggunakan wewenang yang didelegasikan kepada fasilitator untuk mengisi kebutuhannya sendiri (meningkatnya harga diri, manipulasi dari suatu situasi demi untuk keuntungan diri sendiri, meskipun manfaat sederhana) akan menjadi kuat. Kenyataan bahwa peserta pelatihan mendelegasikan wewenang pada fasilitator adalah tidak beralasan.

· Sebuah potensi penyalahgunaan yang sama timbul dari kenyataan bahwa fasilitator itu memainkan suatu peranan yang cerdik dan tanpa memerintah. Fasilitator yang pasif, ramah, bermaksud baik bisa menjadi manipulatif dalam cara-cara dimana seorang pemimpin yang agresif dan kuat tidak akan pernah bisa menghindarinya. Perbedaan antara seorang manipulator yang sangat mempesona dan seorang diktator yang keras sekali mungkin hanya soal apakah peserta pelatihan menyadari atau tidak bahwa mereka sedang dikuasai dan diawasi oleh pemimpin mereka. Itu menjadi tanggungjawab fasilitator untuk tidak menggunakan teknik-teknik fasilitasi untuk mengontrol peserta sebuah pelatihan. Ini memang sungguh terjadi bagi para peserta pelatihan, dan tidak pada peranan kepemimpinan apa saja secara terbuka, yang sedang menggunakan teknik-teknik ini dalam suatu pertemuan atau pelatihan.

· Tidak ada standard external yang dapat digunakan untuk menilai fasilitator. Siapa saja boleh menyebut dirinya sebagai "fasilitator", dan hal ini tidak perlu mencerminkan pengalaman, keterampilan-keterampilan, atau pemahaman seseorang tentang proses pelatihan. Sayang sekali, ada orang yang menyebut dirinya sebagai fasilitator, menuntut dari peserta pelatihan atau kelompok sasaran suatu pembayaran yang tinggi, tanpa meninggalkan sesuatu yang bernilai yang abadi pada mereka. Kami harap para pembaca panduan ini akan menggunakan informasi yang kami sajikan untuk menjadi lebih efektif dalam membantu kelompok agar berfungsi dengan baik dan dalam saling berbagi keterampilan-keterampilan dengan yang lainnya, bukan untuk keuntungan pribadi.

· Menjadi seorang fasilitator tidak berarti bahwa fasilitator sudah mempunyai kualifikasi sebagai seorang ahli psikoterapi, baik bersama dengan sekelompok orang atau perorangan berdasarkan situasi. Mengingat cakupan "memandu" atau "memfasilitasi" tekanannya pada nilai-nilai dan perasaan manusia, fasilitator sering dilihat sebagai nara sumber bagi berbagai masalah psikologis pribadi maupun masalah organisasi. Jadi kadang-kadang para peserta menghubungi para fasilitator, baik langsung maupun tidak langsung, dengan kebutuhan emosi mereka. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu pernyataan atas kekurangan nara sumber yang tersedia bagi permasalahan pribadi dari pada sebagai suatu komentar atas keterampilan anda sebagai seorang ahli terapi. Harap berhati-hati.

· Harus diingat juga bahwa fasilitator, tidak dapat berharap bahwa fasilitator akan mencapai kebutuhan emosionalnya sendiri dalam bekerja dengan peserta pelatihan. Jika fasilitator menggunakan situasi fasilitasi untuk memuaskan beberapa keinginan pribadi (perlu perhatian, respek, kekuasaan, bersahabat, menemukan kekasih), maka hal fasilitator tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan peserta pelatihan. Sering dalam pelatihan, kelompok-kelompok orang-orang menciptakan persepsi-persepsi secara sepihak di antara mereka, yang mengakibatkan pada interaksi-interaksi yang intensif. Jika fasilitator menjadi terlibat secara khusus dengan seorang peserta (atau sekelompok kecil peserta) dan dia mengabaikan yang lainnya, boleh jadi dia akan dilihat sebagai seorang penyokong dari seseorang atau orang-orang dimana dia terlibat bersama. Hal ini bisa merusak seluruh peserta pelatihan. Jika ditemukan sesuatu daya tarik tertentu, ikuti terus menurut kesempatan yang ada.

Pada akhirnya, adalah tanggungjawab fasilitator untuk merasa yakin bahwa peserta pelatihan menyadari apa yang sedang dilakukan bersama mereka: apa saja yang menjadi tujuan fasilitator, bagaimana dia berharap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, apa yang bisa diberikan kepada mereka dan bagaimana akan dilakukannya.

Adalah tanggungjawab fasilitator itu sendiri untuk mewakili dirinya sendiri secara adil, terbuka menerima kiritik dari peserta pelatihan (fasilitator berada disana sehingga bermanfaat bagi mereka), dan untuk mempertimbangkan merubah tujuan fasilitator guna memenuhi tujuan peserta pelatihan. Adalah hak peserta pelatihan untuk meminta pertanggungjawaban fasilitator atas apa yang diperbuat oleh fasilitator bersama dengan mereka.

Salah satu tujuan dari buku pedoman ini ialah untuk membantu fasilitator untuk menggunakan pengetahuan, pemikiran dan keterampilan dasar yang sudah dipunyai dalam bekerja dengan peserta pelatihan. Dari waktu ke waktu kami akan mendesak fasilitator untuk menggunakan intuisinya sendiri. Hal ini tidak selalu berarti mengambil jalan keluar yang gampang atau mengikuti arah yang paling menyenangkan. Begitu seorang fasilitator mendapat pengalaman dalam hal memfasilitasi, dia belajar untuk mempercayai perasaan inti dari arah dalam menentukan tingkah-laku terbaik dalam suatu situasi tertentu berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, dan suatu pemahaman atas manusia sebagai individu-individu dan dalam kelompok, apakah tingkah-laku ini menyenangkan atau janggal, menggembirakan atau tidak menggembirakan, mudah atau sukar.

Seseorang tidak akan langsung menjadi seorang fasilitator yang efektif hanya membaca sebuah buku. Anda perlu menggabungkan pengalaman, umpan-balik, observasi dan refleksi guna membangun kompetensi. Kami menemukan bahwa pengalaman adalah alat pelatihan yang paling efektif

Tidak ada komentar: